Sabtu, 28 Agustus 2010

OBAT GAGAL JANTUNG


Obat Untuk Gagal Jantung 


Keseimbangan Haemodinamik Mempertahankan :
Ø      Cardiac Out put (CO)
Ø      Tonus vaskuler
Ø      Volume darah

Hal tersebut untuk mempertahankan sirkulasi Darah untuk :
Ø      Transportasi O2 dan Nutrient.
Ø      Membuang bahan sampah Co2
Cardiac Out put  =  Stoke  Volume  X  Contraksi rate
=  70  ml  X  72 / menit  = 5040 ml / menit.
Pada Istirahat  =  5,1  darah dipompa / menit. Pada muda sehat jantung dapat memompa 4X lebih banyak peningkatan kecepatan dan kekuatan kontraksi bergantung pada peningkatan aliran A. Coronaria. Pada Gangguan A. Coronaria yang sedang, cadangan jantung :½ - 1 X kapasitas istirahat.

Patofisiologi Payah jantung.

            Cardiac Out put tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme.
            Parahnya kebutuhan bergantung faktor penyebab dan akut kronisnya.

Mekanisme Konpensasi Karena Cardiac Out put å :

¨      Simphatik  :   
&   Denyut jantung meningkat
&   Redistribusi darah dengan konstriksi arteriol :Ginjal, Slannik, Otot & kulit.
¨      Shunt pada organ Vital.
¨      Menurunkan aliran darah ginjal dgn ADH  : Renin, Angiotensi, Aldosteron pd tubuli à Vecncus return ä. Sehingga stroke volume jaga meningkat.

            High  -  Out put  F

Cardiac Out put Max gagal, mencukupi kebutuhan sirk, yang tinggi beberapa gangguan ektrakardiak
&   Anemia berat.
&   Hiper tyroid.
Tx :   Koreksi faktor presiptasi    mis  Transpusi.

            Low Out put (paling sering)

Gagal jantung Kiri :
            Cardiac Out put å        à  pengosongan ventrikel kiri tak sempurna à pada diastolik : Distensi  ä  à  kontraksi  å  à Cardiac Out put å.
Retensi darah pada sistole  à   Distensi, kontraktilitas dan Cardiac Out put .
Retensi darah pada diastole à TD meningkat pada Atr Kiri, V Pulm & Pulm Capilari, BED  ???
Transudat                     Interstinal edema                Pulm Congestion
                                    Alveoler edema                 Pulm  edema.

Gagal Jantung Kanan


Cardiac Out put menurun, Dias  vol meningkat, konstraksi menurun, Tek Atr kanan meningkat, tekanan vena cava sup & inf meningkat , tekanan vena sist meningkat à Hepato spleno megali, ascites & pembesaran vena superfisial (v. jugularis) à transudasi à edema.

Therapi


Akuta    :         
·        Obat Glikosida, diuretika.
·        Restriksi Na & air
·        Memodifikasi aktifitas
·        Eliminasi penyebab congest H. F
Tx  Hiper Tensi
Reparasi katub stenosis ( bila ada stenosisnya ).
Preparat digitalis.
·        Efek berbagai preparat digitalis sama.
·        Perbedaannya pada : ROA ( Road of administation ) à apakah p.o/iv/im eks ABS (absorsi) à   lambat / cepat metab ; OOA ( onset of action ) à mula kerja, DOA (Duration of Action) -à  lama kerja eksresi.
·        Dengan Digitalis.
Cara : loading dose berhasil, maintenance dose (dosis perawatan & perumatan)
·        Ikatan protein  <  à DOA  <Cont :  Digotoxin  > Lanatoside C  > Ouabain.
·        Eksresi obat cepat menyebabkan DOA  <
·        ROA    :     -   Oral       : aman & ekonomis
-   IV          : pada urgen
-         IM, SC : iritasi , obs bervariasi.

Digoxin (Lanoxin).
Ø      Paling sering
Ø      OOA : 12 j
Ø      DOA : Digoxin  <  digitoxin.
Ø      80 % dieksresi diurine dalam batas aktif
Ø      Digitalis  :
oral   : 0,5  - 1,25 mg /  24 j
iv      : 0,75  - 1,0 MG   dincerkan à hindari iritasi
dalam   :  ¼   -  ½   jam, kadar puncak   ; 1  ½    -  5 j
RIA    dipertahankan  :  kadar terapi   :  0,9 – 2,2  ng / ml
toksik :  3 ng / ml
Ø      Maintenance : 0, 125  -  0,5 mg  / 24 j  
Ø      Keuntungan Digoxin  ;
DOA singkat (HL : 1,3 - 2 hari), jika terjadi intoksikasi perlu 4 – 5 X
HL = 7 hari

Digitoxin   à   > penting untuk ;
Ø      Entero hepatitis cycle
Ø      Metabolit in aktif di ekskresi
+ sebagian besar di urine       K  I     : Gg  hepar
+ sebagian kecil difaeces            I        : Gg  ginjal.
Karena retensi metabolik digoxin yg in aktif ini, tidak toksik.
Ø      Keutungan : DOA lama :
·        Baik untuk rawat jalan
·        Dosis sekali sehari, mudah diingat
·        Jika tak terminum 1 x , respon jantung tidak signifikan.

Ø      Keterbatasan  :
+  DOA lama    -  Hl  : 6 – 9 hr, kalau terjadi intoksikasi  perlu (4-5) x
    HL   30 = 45  hr.
Ø      Digitalisasi  tergantung  :
+  oral    : 0,7   -  1,5  mg , terbagi 24 j
+  IV      : 0,7  -   1,2  mg, memberi efek setelah  25 menit
Ø      Maintenace   :
+  Oral  :      0,05  -  0,30 mg tiap hari.
Ø      RIA     :
+  Kadar terapeutik  :  12  -  28  ng / ml,  toksik  :  35 ng / ml.

Folia  Digitalis
+ Dari daun digitalis purpurea
+  Dilambung Hidrolisa menjadi digoxin, ceitoxin & Gitalin
    diurai oleh air melalui enzim-enzim.
+ Digitalis oral: 1,55 g / hr (3 x pemberian)
+  Maintenance:  100 mg  / hr

Lanosid (cedilanid).
¨      Dari Digitalis lanata
¨      DOA                      :  16  -  72 j  (post oral).
¨      Ekskresi Urine        :  20 % / hari
¨      Digitalisasi  :  08 – 10 mg / hari / untuk  3 hari.
¨      Maentenansi           :  0,5  -  1,5  mg / hr.

Gital  in  à  jarang   dipakai
Ø      Digitalisasi   :  Mula-mula    = 2,5 mg
      Lanjutan                 = 0,75 mg tiap 6 jam selama 30 jam.

DESLANOSID (Cedilanid D)  à paling sering digunakan untuk digitalisasi.
v     Berasal dari hidro lisis lantoside C
v     Bentuk Injeksi
v     OOA  =  5 – 30 menit  puncak  = 1 – 4  jam
v     DOA  =  16 – 36  jam  eksresi  : urine  20 % / hari.
v     Digitalisasi  = IV : 1,6 mg/8 ml.
= IM : 1,6 mg dibagi dalam 2 tempat inj (4 ml).

Korti Kosteroid


A.  Macam :
1.      Gluko korticoid.
- Efek penyimpanan glikogen hepar & anti inflamasi nyata misalnya :
- Alami : Cortisol, cortison.
- Sintetik : Predneson, betameth, dexameth, tiamcinolone.
2.Mineralo korticoid.
- Efek terhadap keseimbangan air  &  eletrolit besar.
Misal  :  Desoxycorticosteron, aldosteron.




B.        Lama Kerja.
No
Kerja Singkat
Kerja sedang
Kerja lama

Hidro kortison

Predneson

Pramethason


Cortison

Prednisolone

Betamethason



Methelprednisone

Dexamethason.

Triamcinolon



Khasiat  :

1.      Metabolisme.
a.   Karbohidrat & Protein
            =   Glukoneogenesis
            =   Katabolik : mobilisasi  As amino  à  atrofi limfe, massa otot, kulit & tulang (osteo porosis).
b.   Lemak.
=   Lemak ekstrimitas menurun , lemak kuduk meningkat (Buffalo Hump), lemak muka meningkat (moon face).
2.      Keseimbangan air & Elektrolit  :
Ditubuli Distalis :     Meningkat reabsorsi  Na +
Meningkat eksresi  K +  & H +
3.      Kardiovaskuler   :
Definisi Kortikosteroid  :
Ø      Permebialitas kapiler  menigkat
Ø      Respon Vasomotor  PD  kecil
Ø      Jantung mengecil  à Cardiac Out put

TD ö                                                                           TD ÷

            Vol darah  ö                (-) pengeluaran  (+)                  Vol darah ÷
                                                            rahim
            Retensi Na +                                                                pelepasan Na +                                                            Pembentukan angiotensin
        Sekresi Aldosteron                                                                       (+)  =  merangsang
                        Vasokontriksi                                                               (-)   =  menghambat
( Gambaran Sistem Renin Angiotensin )
4.      Otot rangka 
Ø      Pend Addison (insuf Adrenal) à lemah otot, ggn sirkulasi (kortisol rendah).
Ø      Hiper Aldosteron primer à Hipo kalemi  à lemah otot
Ø      Glokokortikoid dosis besar & lama pada penderita coshing à miopati untuk massa otot menurun, forforilasi menurun, Ca otot meningkat.
5.      SSP   :
            Defisiensi  :  Apatis , Depresi, cepat tersinggungà sampai psikosis.
            Pemberian lama à MOOD ö, EUFORIA, Gelisah , Motorik ö
6.      Darah  :
Gluko corticoid  à ( Hb ; Ery, PMN / Poli Morfo Nucleat )
Pada sistem imun (Eo, Baso, Lym) ÷
                              Thrombo ö, pernah / jarang ÷
7.      Anti Inflamasi dengan cara:
Ø      Permeabialitas  PD  ÷
Ø      Eksudasi leuko & mast cell  ÷
Ø      Membran lisosom stabil  à enzim Hidrolase (-)
8.      Imunologik  :
v     Pengeluaran (Histamin & Kinin) ÷
v     Sel Limfhosit resisten terhadap efek destruksi
v     Eosinofil

OBAT INDUKSI


  Obat Induksi
1.      Tracrium

Farmakologi

Atrakurium merupakan relaksan otot nondepolarisasi. Obat ini berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng alir motorik. Lama blokade neuromuskuler adalah sepertiga dari pankuronium pada dosis ekuipoten. Obat ini mengalami metabolisme yang cepat via eliminasi Hofmann dan hidrolisis ester enzymatic non spesifik. Metabolik primernya adalah landanosin, suatu stimulan otak terutama diekskresi ke dalam urine. Dosis yang berulang atau infus yang berlanjut kurang mempunyai efek komulatif terhadap angka pemulihan dibanding relaksan otot lain. Konsentrasi landanosin darah dapat mendekati rentang konvulsan (5,1 mg/ ml) pada infusyang lama. Pelepasan histamin dan perubahan hemodinamik dalam rentang dosis yang disarankan dan jika diberikan secara lambat adalah minimal. Dosis yang lebih tinggi (0,5 mg/ kg) dapat menyebabkan pelepasan histamin yang sedang, penurunan tekanan arteri dan peningkatan nadi.

Dosis

Intubasi : IV 0,3 – 0,5 mg/ kg BB
Pemeliharaan : IV 0,1 – 0,2 mg/ kg BB (10% – 50% dari dosis intubasi)
Infus : 2 – 15 mg/ kg per menit

Elimninasi

Plasma  (eliminasi Hofmann, hidrolisis ester), hati, ginjal.
Pengenceran untuk infus : 20 mg dalam 100 ml larutan D5W atau NS (0,2 mg/ ml) ; 50 mg dalam 100 ml larutan D5W atau NS (0,5 mg/ ml).

Farmakokinetik

Awitan aksi :  < 3 menit
Afek puncak : 3 – 5 menit
Lama aksi : 20 – 35 menit.

Interaksi / toksisitas

Blokade neuromuskuler dipotensiasi oleh aminoglikosida, antibiotik, anestetik lokal, dioretik, magnesium, litium, obat-obatan penyekat ganglion, hipotermi, hipokalemia, dan asidosis pernafasan, pemberian suksinilkolin sebelumnya ; kebutuhan dosis berkurang (sekitar 30 – 45%) dan lama blokade neuromuskuler diperpanjang hingga 25% oleh anestetik volatil ; dosis pra pengobatan atracurium mengurangi fasikulasi tetapi menurunkan intensitas dan memperpendek lamanya blokade neuromuskuler dari suksinilkolin ; peningkatan blokade neuromuskuler akan terjadi pada pasien dengan miastenia grafis atau fungsi adreno kortikal yang tidak adekuat. Efeknya diantagonisir oleh inhibitor antikolinesterase, seperti neostigmin, endrofonium, dan piridostigmin ; peningkatan resistensi atau reversi efek dengan penggunaan teofilin dan pada pasien dengan luka bakar dan paresis.

Peringatan

Gunakan hati-hati pada pasien dengan riwayat asma bronkiale dan reaksi anafilaktoid.

Rekasi terhadap sistem tubuh

Kardiovaskuler : hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus, bradi kardi sinus.
Pulmoner : hipoventilasi, apnea, bronkospasma, laringospasma, dispnea.
Muskuloskeletal   : blok yang tidak adekuat, blok yang lama.
Dermatologi   : ruam, urtikaria.

2.      Pentotal
Obat ini berbentuk pudar berwarna kuning dengan bau menyerupai H2S. obat ini larut dalam air dan alkohol. Larutan biasanya 2,5 – 5% dalam cairan aquades dan larutan ini sifatnya basa (PH 10,81).    Dalam bentuk larutan obat ini tidak stabil, tapi dapat disimpan 24 sampai 48 jam tanpa bahaya asal cairan larutan itu tetap jernih. Bila menjadi keruh harus dibuang.

Pengeruh terhadap sistem tubuh

Terhadap susunan syaraf pusat

Seperti obat barbiturate lainnya obat ini menimbulkan sedasi, hipnose, sedikit analgesia, anestesia dan depresi pernafasan tergantung dari dosis dan kecepatan pemberian. Obat ini suatu anti konvulsan dan meninggikan ambang rangsangan pada sel-sel syaraf. Korteks serebri dan asending retikuler–aktivating sistem terdepresi lebih dulu sebelum pusat meduler. Obat ini lebih mendepresi transmisi simpatis dari pada para simpatis.

Pada sistem respirasi

Pengaruh yang terbesar dari obat ini ialah depresi terhadap pusat pernafasan, yang tergantung pada dosis pemberiannya. Sensitivitas dari pusat pernafasan terhadap pengaruh CO2 menurun bahkan tidak ada. Tapi pada refleks karotid dan aortik body terhadap kekurangan oksigen masih tetap ada yang menimbulkan stimuli terhadap pernafasan.

Pada sistem kardiovaskuler

Kekuatan kontraksi jantung menurun dan jantung melebar, tetapi hal ini tidak penting bagi penderita yang sehat dan hanya dengan dosis yang sedang. Hati-hati pada dekompensatio kordis dan sangat berbahaya pada penyakit jantung yang tidak dapat melakukan kompensasi bila terjadi perubahan kardiak output seperti konstriktif perikarditis, valvular stenosis, complete heart block.  ekanan darah menurun akibat dari depresi pada pusat vasomotor atau karena pelebaran dari vaskular bed pada kulit dan otot.

Pada uterus yang hamil

Tidak mempengaruhi tonus uterus. Dapat melewati plasental barier dan mencapai konsentrasi maksimumnya pada peredaran darah bayi segera setelah disuntikkan.

Keuntungan-keuntungan

1.      Induksi yang cepat dan mudah
2.      Tidak ada stadium delirium.
3.      Dengan dosis yang tepat, recovery cepat dan relatif bebas dari muntah dan nausea.
4.      Tidak ada iritasi pada mukosa saluran nafas.
5.      Dapat mempercepat dalamnya narkose.

Kerugian-kerugian

1.      Depresi pernafasan
2.      Cenderung terjadi laringospasma
3.      Dengan dosis yang aman, relaksasi abdomen hanya sedikit.
4.      Depresi kardiovaskuler terutama untuk penderita yang lemah.
5.      Terjadi gerakan otot yang tidak terkoordinir.

Kontra indikasi pentotal

1.      Anak-anak di bawah usia 4 tahun. Karena pusat pernafasannya sangat mudah terdepresi.
2.      Penderita shock, sangat anemis dan kasus uremia.
3.      Dispnea yang berat akibat penyakit jantung atau paru-paru.
4.      Kasus obstruksi pernafasan.
5.      Bronkoskopi dan esofaguskopi, kecuali disertai topikal anestesi yang cukup/ relaksan.
6.      Penderita asma.
7.      Penderita yang lemah dan tua.
8.      Kasus distrofia miotonia
9.      Addisons desease dan mix odema.
10.  Miastenia grafis
11.  Gangguan fungsi hepar.
12.  Porphyria
13.  Hiperkalemia familial periodik paralisis.
14.  Huntingtons Chorea
15.  Pada eksternal version (relaksasi tidak cukup)
16.  Penderita yang susah dicari venanya.

Dosis :
Induksi : IV 3 – 5 mg/ kg BB (anak 5 – 6 mg/ kg ; bayi 7 – 8 mg/ kg )
Suplementasi anestesia : IV 0,5 – 1 mg/ kg BB.
Induksi rektal : 25 mg/ kg BB
Antikomvulsan : IV 0,5 – 2 mg/ kg BB, ulangi seperti yang diperlukan.
Penurunan ICP : IV 1 – 4 mg/ kg BB
Narkosis barbiturat : bolus IV 8 mg/ kg prn untuk mempertahankan supresi ledakan EEG (dosis total 40 mg/ kg BB)
Infus : 0,05 – 0,35 mg/ kg BB/ menit ; pada dosis tinggi diperlukan bantuan pernafasan dan inotropik.




3.      Suksinil Kolin Klorida

Faramakologi

Suksinil kolin merupakan relaksan otot skelet depolarisasi beraksi ultra pendek. Berkombinasi dengan reseptor kolinergik dari lempeng akhiran motorik untuk menghasilkan depolarisasi (fasikulasi). Suksinil kolin tidak mempunyai efek terhadap kesadaran, ambang nyeri, uterus atau otot polos lain. Suksinil kolin dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Efek jantung awal mencerminkan aksi pada ganglia otonomik (meningkatkan nadi dan tekanan darah). Pada dosis yang lebih tinggi dapat terjadi bradikardi sinus.

Farmakokinetik

Awitan aksi : IV 30 – 60 menit, IM 2 – 3 menit.
Efek puncak : IV 60 menit.
Lama aksi : IV 4 – 6 menit, IM 10 – 30 menit.

Interaksi / Toksisitas

Blokade neuromuskuler dapat diperpanjang terjadi pada pasien dengan hipokalemia atau hipokalsemia, pseudo kolinesterase plasma yang rendah. Blokade diperpanjang oleh pra pengobatan dengan pankuronium. Pada miastenia grafis respon tidak dapat diramalkan, bradikardi setelah suntikan IV kedua. Suksinil kolin tidak kompatibel dengan larutan alkali dan akan mengendapkan natrium tiopental.

Penggunaan

Relakasasi otot skelet
Dosis : IV 0,7 – 1 mg/ kg BB (1,5mg/ kg dengan pra pegobatan non depolarisator). Neonatus dan bayi 2 – 3 mg/ kg BB, anak-anak 1 – 2mg/ kg BB
IM : dalam 2,5 – 4 mg/ kg BB

Reaksi samping utama

Kardiovaskuler : hipotensi, bradikardi, aritmia, takikardia, hipertensi.
Pulmoner : hipoventilasi, apnea, bronkospasma.
GI : salivasi berlebihan, peningkatan tonus sfingter intragastrek dan esofagus bagian bawah.
Alergik : reaksi anapilaktik, ruam.
Muskuloskeletal : blok yang diperpanjang, blok yang tidak adekuat, nyeri otot, peningkatan tonus maseter.
Lain-lain : hoperkalemia, hipertermia maligna, peningkatan tekanan intra okuler.

2.8.3.      Maintenance
1.      Enflurane (etrane)
Enflurane merupakan metil eter yang mudah menguap. Merupakan cairan jernih, tidak berwarna dengan bau harum dan menyebabkan iritasi minimal pada jalan nafas, sehingga merupakan obat yang nyaman untuk induksi inhalasi. Enflurane tidak mudah terbakar pada konsentrasi dibawah 5,8 % (dengan 70 % N2O dan 30 % O2). Stabil pada sodalime, tidak bereaksi dengan logam dan tidak dapat dipengaruhi oleh cahaya.
MAC Enflurane menurun sesuai dengan umur, dengan nilai tertinggi pada bayi (2,4) dan terendah pada orang tua (1,4). Pada dewasa sekitar 40 tahun, MAC Enflurane dalam oksigen sebesar 1,7. Penambahan 50% N2O akan menurunkan MAC sekitar 50% menjadi 0,9 dan bila N2O ditingkatkan menjadi 70% maka MAC menurun 70% menjadi sekitar 0,5.

Cara Pemberian :
Induksi dapat dilakukan dengan cepat dengan menggunakan obat intravena seperti tiopental atau dengan inhalasi dengan meningkatkan secara gradual konsentrasi enflurane sampai 4%. Dengan teknik induksi menggunakan sungkup muka, stadium anestesi dicapai dalam 7-10 menit, sehingga enflurane merupakan gas yang nyaman untuk induksi dan lebih disukai daripada halotan.

Absorbsi dan Eliminasi :
Koefisien partisi darah/gas enflurane adalah 1,9 (370 C) dan kelarutannya sangat bervariasi, berhubungan dengan berat badan dan kadar hemoglobin. Body Mass Index (BMI) diatas 30 menunjukkan kelarutan darah/gas yang rendah yaitu 1,8 dibandingkan nilai rata-rata sekitar 2,0 pan non obs. Konsentrasi Hb mempunyai  efek yang lebih besar. Hb 8,0 g/dl mempunyai koefisien darah/gas 1,2. Hb 12,0 g/dl berkisar 1,8 dan Hb 15, 0 g/dl berkisar 2,2. Koefisien kelarutan darah/gas rata-rata enflurane adalah 1,9 menunjukkan bahwa induksi menggunakan enflurane lebih lambat dibandingkan isoflurane. Kelarutan dalam jaringan kurang lebih setengah dari isoflurane, akibatnya efek terhadap jaringan lebih lambat, sehingga cenderung menkonpensasi kelarutan dalam darah yang tinggi. Setelah 10 menit induksi, konsentrasi alveolar enflurane berkisar 50% konsentrasi inspirasi dan dalam 30 menit menjadi 60%. Keseimbangan dalam jaringan kaya pembuluh darah tercapai dalam 10 menit. Selama 30 menit berikutnya uptake enflurane secara gradual akan menurun dan konsentrasinya lebih rendah, dengan rentang 3,0–3,5% akan memelihara konsentrasi alveolar sekitar 30% diatas MAC. Pada 1,3 MAC konsentrasi enflurane dalam darah (mg/dl), dengan koefisien kelarutan 1,9 dan tekanan parsial darah 2,2% (1,7% x 1,3 MAC), berkisar 30 mg/dl. Dengan N2O 70%, konsentrasi alveolar 1,3 x MAC dapat dipertahankan dengan membuat konsentrasi inspirasi enflurane sebesar 1,5%.
Pulih sadar bervariasi sesuai lama anestesi. Pada tindakan anastesi kurang dari 30 menit, rata-rata pulih sadar adalah 4 menit, dibandingkan 10 menit pada halotan. Dengan demikian rekoferi pasca tindakan anestesi yang diangkat pada penggunaan enflurane lebih cepat dibandingkan dengan halotan, sehingga enflurane lebih nyaman digunakan pada pelayanan pembedahan sehari. Untuk tindakan yang lama, pulih sadar enflurane 2 kali lebih panjang dari isoflurane, tetapi pada tindakan anastesi kurang dari 1 jam, pulih sadar terjadi kurang dari 15 menit pada sebagian besar pasien.

Biotransformasi
2-8 % enflurane yang diabsorbsi dimetabolisme dan diekskresikan dalam urine sebagai ikatan fluorinated non volatil dan fluor bebas. Metabolik utama adalah asam diflurometoksi difluroasetat yang dihasilkan dari hidroksilasi dan dehidrogenasi karbon dari kelompok etil. Eliminasi enflurane dalam udara ekspirasi dalam bentuk trieksponensial dengan T ½ sekitar 17,8 menit, 3,2 jam dan 36,2 jam.

Kadar Fluor Serum
Dalam klinik, kadar fluor serum inorganik jarang mencapai 50 mmol/l (merupakan ambang toksisitas sub klinik). Dengan enflurane 2 MAC kadar fluor serum kurang dari 20 mmol/l. kadar fluor yang tinggi tampak pada pasien yang gemuk, dengan kadar puncak sekitar 30 mmol/l. akibat peningkatan pada metabolisme, fenomena ini juga tampak pada isoflurane. Fluor yang bebas yang terbentuk, kurang  lebih prosentasenya akan cepat dideposit pada tulang dan setengahnya lagi akan diekskresi dalam urine. Selanjutnya fluor secara bertahan akan dikeluarkan dari tulang dan akan diekskresikan melalui ginjal.

Efek-Efek Fisiologis
Sistem Syaraf Pusat
Penekanan progresif pada sususnan syaraf pusat terjadi dengan peningkatan kadar enflurane dalam darah, pada sekitar 15-20 ml/dl. Tanda-tanda iritabilitas tampak pada 2% dari pasien yang dimanifestasikan dengan gerakan abnormal (twitching) pada rahang, leher atau ekstreminitas yang berhubungan dengan kedalaman anestesi dan hipokarbi. Aktivitas kejang biasanya hilang sendiri dan tidak berlanjut bila anastesi dikurangi dan fentilasi dikembalikan normal, meskipun konsentrasi enflurane yang rendah (dibawah 2,0%).

Aliran Darah Otak (CBF)
Enflurane hanya sedikit meningkatkan CBF meskipun demikian efek potensial pada tekanan intrakranial mungkin sebaiknya dipertimbang-kan dengan adanya lesi intrakarnial. Pada konsentrasi 1 MAC enflurane meningkatkan CBF sekitar 50% dimana hal ini dianggap cukup rendah dibandingkan dengan halotan yang dapat menaikkan CBF 2,5 kali lipat dari normal. Pada 1,5 MAC enflurane meningkatkan CBF 2 kali lipat meskipun peningkatan CBF oleh enflurane dapat dikurangi dengan hiperventilasi (yang menunjukkan bahwa reaktifitas CO2 tetap terpelihara).
Enflurane juga mendespresi susunan syaraf pusat. Pada 1-2 MAC, enflurane menurunkan CMRO2 sebesar 10-15%. Efek enflurane pada sekresi LCS adalah unik. Pada awalnya akan menaikkan produksi LCS sekitar 50%, sehingga menaikkan TIK pada pasien dengan penurunan kompliance intrakranial. Selanjutnya terjadi penurunan secara bertahap sekitar 6% per jam.

Respirasi
Depresi ventilasi oleh enflurane sesuai kedalaman anestesi perubahan moderat pada ventilasi selama anestesi dangkal dengan 1,5-2 % enflurane dan 50%N2O akan memperbaiki takipnea dan volume tidal yang kecil. Enflurane cukup kuat mendepresi respirasi sehingga ventilasi asisted atau kontrol diperlukan. Ventilasi spontan pada pasien tanpa premedikasi dengan enflurane konsentrasi tinggi (dalam O2), ternyata mengalami depresi. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan PaCO2 yang melebihi 70 mmHg pada konsentrasi alveolar sekitar 1,5 MAC.
Tidak lama setelah induksi terjadi perubahan yang ringan pada hantaran jalan nafas, tetapi dalam 15 menit tahanan jalan nafas akan menurun 56%, keadaan ini lebih menguntungkan.

Jantung
Depresi kontraktilitas miokard terjadi selama anastesi dengan enflurane. Efek primer pada kontraktilitas menurunkan kekuatan kontraksi dan efek sekundernya adalah memendekkan durasi keadaan aktif. Para meter lain yang terdepresi adalah kecepatan pemendekan yaitu pemendekan serabut, tekanan menuju puncak dan kecepatam maksimal kontraksi isotonik kekuatan dan kerja. Depresi ini menurunkan curah jantung sebesar 30%, peranan terbesar adalah dengan menurunkan stroke volume.
Irama jantung tetap stabil. Aritmia umumnya tidak sering, termasuk kontraksi ventrikel yang prematur, bradikardi irama nodul dan kontrasi atrium yang prematur. Enflurane tidak meningkatkan sensitifitas terhadap katekolamin dengan derajar yang hampir sama dengan halotan. Enflurane dalam oksigen menurunkan resistensi vaskuler koroner sekitar 20% sedangkan konsumsi O2 miokard turun 40%. Enflurane merupakan vasodilator koroner dan tambahan N2O memperkuat efek ini. Pada 1-1,5 MAC menurunkan tekanan darah arteri sekitar 35-40%. Depresi simpatis sentral tampaknya bukan merupakan faktor yang penting sebagai penyebab hipertensi dengan enflurane oleh karena enflurane menurunkan resistensi vaskular sistemik hanya 20-25%.

Sistem Syaraf Simpatis
Sekresi dan pelepasan katekolamin dari medula adrenal, dari aktivasi syaraf simpatis yang spontan atau dari stimulasi nervus splandinicus dihambat oleh enflurane.

Ginjal
Menurunkan aliran darah ginjal, kecepatan filtrasi glomerulus, dan urine output. Sebagai akibat penurunan tekanan darah jantung. Setelah pemberian enflurane jangka lama, peningkatan kadar fluor diduga akibat penurunan kemampuan pemekatan ginjal.

Hepar
Selama anestesi rutin dengan enflurane tidak terjadi penurunan fungsi hepar.

Efek Neuromuskuler
Pada 1,5– 2,5 MAC mendepresi secara tidak langsung respon kejang pada preparat neuromuskuler. Keadaan ini menunjukkan bahwa enflurane mempunyai efek yang poten terhadap neuromuskuler junction. Pelumpuh otot dapat mengurangi konsentrasi enflurane sehingga dapat mengurangi terjadinya hipertensi.

2.      Efedrin sulfat

Farmakologi

Obat ini merupakan suatu simpatomimetik non katekolamin dengan campuran aksi langsung dan tak langsung. Obat ini resisten terhadap metabolisme oleh MAO dan methil transferase katekol O (COMP), menimbulkan aksi yang berlangsung lama. Meningkatkan curah jantung, tekanan darah dan nadi melalui stimulasi adrenergik alfa             dan beta. Meningkatkan aliran darah koroner dan skelet dan menimbulkan bronkodilatasi melalui stimulasi reseptor beta 2. Epedrim mempunyai efek minimal terhadap aliran darah uterus, namun memulihkan aliran darah uterus jika digunakan untuk mengobati hipotensi epidural atau spinal pada pasien hamil.

Farmakokinetik

Awitan aksi : IV hampir langsung, IM beberapa menit.
Efek puncak : IV 2 – 5 menit, IM kurang 10 menit.
Lama aksi : IV / IM 10 – 60 menit.
Interaksi / Toksisitas : peningkatan resiko aritmia dengan obat anestetik volatil.

Reaksi samping utama

Kardiovaskuler   : hipertensi, takikardia, aritmia.
Pulmuner   : edema paru
Susunan syaraf pusat   : ansietas, tremor.
Metabolik : hiperglikemia, hiperkalemia sementara, kemudian hipokalemia.
Dermatologi   : nekrosis pada tempat suntikan.
Penggunaan   : vasopresor, bronkodilator.

Dosis :
 IV 5 – 20 mg (100 – 200 mg/ kg)
IM : 25 – 50 mg.
PO : 28 – 50 mg tiap 3 – 4 jam.
Eliminasi melalui hati dan ginjal.

3.      Petidine

Farmakologi

Opioid sintetik ini mempunyai kekuatan kira-kira sepersepuluh morfin dengan awitan yang sedikit lebih cepat dan lama aksi yang lebih pendek. Dibandingkan dengan morpin, petidin lebih efektif pada nyeri neuropatik. Mempunyai efek vagolitik dan antispasmodik ringan. Dapat menimbulkan hipotensi ortostatik pada dosis terapeutik. Petidin metabolik aktifnya merupakan stimulan otak dan terutama diekskresikan ke dalam urine. Petidine menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolisme otak dan TIK. Petidine melewati sawar plasenta maksimum dan depresi neonatus terjadi dua sampai tiga jam setelah pemberian parenteral. Pemberian petidine spinal dan epidural menimbulkan anelgesia melalui pengikatan spesifik dan aktivasi dari reseptor opioid dalam substansia gelatinosa.

Farmakokinetik

Awitan aksi : IV < 1 menit. IM 1–5 menit. Spinal/ epidural 2–12 menit
Efek puncak : IV 5–20 menit, IM 30–50 menit, Spinal/ epidural 30 menit
Lama aksi : IV/ IM 2–4 jam, epidural/ spinal 0,5 – 3 jam.

Interaksi/ Toksisitas

Kejang, mioklonus, delirium pada dosis tinggi berulang dan pada pasien dengan gangguan ginjal atau hati ; mempotensiasi depresi susunan syaraf pusat dan sirkulasi dari narkotik, sedatif narkotik, anestetik volatil, anti depresi trisiklik ; reaksi berat kadang-kadang fatal (hipertermia, hipertensi, kejang) dengan inhibitor MAO : memperburuk efek samping isoniazid, campuran yang secara kimiawi tidak kompatibel dengan barbiturat, analgesia ditingkatkan dan diperpanjang oleh agonis alfa 2 (klonidin) ; penambahan epineprin pada petidin intra tekal/ epidural menimbulkan peningkatan efek samping (mual) dan perpanjangan blok motorik.
Pengenceran untuk infus : IV 100 mg dalam 50 ml D5W atau NS (2 mg/ ml), infus epidural 100 – 500 mg dalam 50 anestetik lokal atau NS (bebas pengawet) 2 – 10 mg/ ml.

Reaksi samping utama

Kardiovaskuler   : hipotensi, henti jantung.
Pulmoner     : depresi pernafasan, henti nafas, laringospasma.
Susunan syaraf pusat   : eforia, disforia, sedasi, kejang, ketergantungan psikis.
GI    : konstipasi, spasma trakstus biliaris.
Muskuloskeletal    : kekakuan dinding dada
Alergik    : urtikaria, pruritus.

BAB 5
KESIMPULAN SARAN

5.1.    Kesimpulan

Operasi explorasi. Laparotomi merupakan operasi besar dan darurat oleh karena itu menjaga hemodinamik tetap baik (kestabilan volume cairan) dan kemungkinan aspirasi, dapat diatasi dengan posisi head up, induksi dan intubasi cepat dengan memakai OTT. Pemilihan maintenance dengan enflurane meberikan hasil yang cukup baik, masa pulih sadar yang cepat walaupun efek analgetiknya relatif lemah, namun dengan pemberian analgetik golongan narkotik sebagai suplemen memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Untuk mencegah komplikasi selama operasi berlangsung dan di ruang pulih sadar dilakukan observasi tanda vital, tiap 5 menit untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang dapat membahayakan jiwa pasien.

5.2.    Saran
Dalam mengantisipasi terjadinya perubahan dan komplikasi sebelum, selama dan sesudah operasi maka seorang perawat anastesi yang profesional (pemberi anestesi) perlu melakukan :
1)        Premedikasi psikologi untuk mengurangi trauma psikologi dan mengurangi penggunaan obat anestesi. Sebelum dilakukan anestesi, yakinkan bahwa hemodinamik pasien dalam keadaan layak operasi.
2)        Evaluasi pre operasi dan persiapan operasi dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah / RS.
3)        Pelaksanaan induksi dan intubasi dilakukan secara cepat dengan posisi hed up dan penekanan krikoid untuk mencegah aspirasi (suction siap pakai)
4)        Oabt-obatan emergensi harus tersedia dalam spuit agar dapat digunakan sewaktu dibutuhkan.
5)        Evaluasi dan observasi baik keadaan hemodinamik dan perdarahan setelah operasi harus dilakukan secara baik untuk dapat menentukan tindakan selanjutnya bila terdapat penyulit.
6)        Health education pasca operasi harus diberikan dan harus dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh pasien dan atau keluarganya.

DAFTAR PUSTAKA



Donna. D, dkk, Medical Surgical Nursing, A Nursing proses Approach, V.B Auders : An HBJ International Edition, 1991
.
Evelin C Pearce, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Cetakan XIII, Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama, 1990.

Lillian and Bruner, Manual of Nursing Practisa, Fourth Edition, Philadelphia, 1986.

Manstoer Arif. ed, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 2, Jakarta, 2000.

Melfiawati Setio. dr. ed, Buku Saku Obat-obatan Anestesi, Edisi II, Jakarta, EGC.

Sir Zachary Cope, Akut Abdomen Diagnosis Dini, Edisi 14, Yogyakarta esentia medica, 1983.